BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan, adalah alat atau sarana bagi manusia
untuk mengembangkan keilmuan dan pengetahuan, oleh karena itu pendidikan
diharapkan memiliki standard dan dasar-dasar yang tertata, dikurikulumkan, dan
jelas teori-teori dan konsep-konsep pendidikan yang diharapkan adalah konsep
dan teori yang relepan dengan keadaan yang berlaku
Islam, telah datang dengan teori dengan konsep yang
memiliki syarat, tertata, dan dikurikulumkan. Adapun teori dan konsep yang baik
dari Islam antara lain Al-Qur’an, Al-Hadits atau As-Sunnah, dan ra’yu. Al-Quran
dan Al-Hadits merupakan pondasi dan tiang yang sangat kokoh dalam pendidikan,
dan ra’yu sebagai pelengkap dan memperindah dunia pendidikan Islam. Jadi, untuk
menuju pendidikan yang baik kita harus memiliki pendidikan yang memiliki dasar
seperti Al-Quran, Hadits, dan ra’yu.
1.2 Tujuan Penulisan
Dalam penulisan ini, penyusun memiliki tujuan untuk:
-
Memberikan pengertian tentang
dasar-dasar pendidikan Islam.
-
Menjelaskan tujuan pendidikan
islam.
1.3 Metode Penulisan
Dalam penyusunan ini, penyusun menggunakan metode
studi kepustakaan, yakni membaca, memahami, dan membuat resume tentang dasar pendidikan Islam.
BAB II
DASAR-DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
2.1 Pengertian Dasar
Pendidikan Islam
Dasar (Arab, asas; Inggris: foundation; Prancis: fondement; Latin: fundamentum) secara bahasa, berarti alas, fundamen, pokok atau
pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan). Dasar mengandung pengertian
sebagai berikut: (1) sumber dan sebab adanya sesuatu. Umpamanya, alam rasional
adalah dasar alam inderawi. Arinya, alam rasional merupakan sumber dan sebab
adanya alam inderawi. (2) proposisi paling umum dan makna paling luas yang di
jadikan sumber pengetahuan, ajaran, atau hukum. Umpamanya, dasar induksi adalah
prinsif yang membolehkan pindah dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang
umum. Dasar untuk pindah dari ragu kepada yakin adalah kepercayaan kepada Tuhan
bahwa dia tidak mungkin menyesatkan hamba-hamba-Nya.
Dasar mesti ada dalam suatu bangunan. Tanpa dasar, bangunan itu tidak
akan ada. Pada pohon, dasar adalah akarnya. Tanpa akar, pohon itu mati; dan
ketika sudah mati, bukan pohon lagi namanya, melainkan kayu. Maka tak ada akar,
pohon pun tak ada. Kalimat La Ilaha Illa Allah
(Arab: Tidak ada Tuhan selain Allah) yang merupakan espresi terdalam keimanan
orang mungkin di gambarkan oleh Allah SWT. Sebagai dasar yang melahirkan
cabang-cabang berupa amal saleh:
öNs9r&
ts? y#øx. z>uÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhsÛ
;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ
$ygè=ô¹r&
×MÎ/$rO
$ygããösùur
Îû
Ïä!$yJ¡¡9$#
ÇËÍÈ þÎA÷sè? $ygn=à2é&
¨@ä. ¤ûüÏm
ÈbøÎ*Î/ $ygÎn/u 3
ÛUÎôØour ª!$# tA$sWøBF{$#
Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 crã2xtGt
ÇËÎÈ
Apakah Kamu tidak memperhatikan
bagai mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akar nya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap muslim dengan seijih tuhannya. Allah memberikan
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat. (Q.s. Ibrahim/
14:24-25)
Dasar pendidikan islam adalah islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu
bersumber pada Al-Qur’an, sunnah Rasulullah SAW. (selanjutnya disebut sunnah),
dan ra’yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara
hirarkis. Al-Qur’an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasanya
tidak di temukan di dalam Al-Qur’an, maka harus di cari didalam sunnah; apabila
juga tidak di temukan di dalam sunnah, barulah digunakan rakyu. Sunnah tidak
akan bertentangan dengan Al-Qur’an, dan rakyu tidak boleh bertentangan dengan
Al-Qur’an dan sunnah. Tiga sumber ajaran ini dan hirarki penggunaannya di
tetapkan di dalam hadits sebagai berikut:
Rasulullah Saw, mengutus Mu’adzke
Yaman. Kemudian beliau bertanya “bagai mana kamu memutuskan (suatu masalah)?
“ia menjawab” saya akan memutuskannya dengan apa yang terdapat di dalam kitab
Allah.” Beliau bertanya “Apabila putusan itu tidak terdapat di dalam kitab
Allah?” ia menjawab, “saya akan memutuskanya dengan Sunnah Rasulullah.” Beliau
bertanya lagi, “Apabila putusan itu tidak juga terdapat di dalam Sunnah
Rasulullah?” ia menjawab, “saya berijtihad dengan rakyu.” Kemudian beliau
bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan
Rasul-nya.” (H.R. al-Turmudzi)
Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan disebut ilmu pendidikan Islam.
Tanpa dasar ini, tidak akan ada ilmu pendidikan Islam. Persoalan yang muncul
adalah dalam bentu apa atau bagaimana Islam mendasari ilmu pendidikannya? Ada anggapan bahwa
Al-Qur’an dan Sunnah berisi teori-teori ilmu, sehingga “Pembuatan dan penulisan
teori dalam ilmu pendidikan islam tidak jauh berbeda dari pembuatan dan
penulisan teori dalam fiqih”. Pembahasan tentang hakikat Al-Qur’an dan Sunnah
di bawah ini diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut.
2.2 Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Muhammad SAW.
Dalam bahasa arab yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat
bagi umat manusia di dunia dan di akhirat. Terjemahan Al-Qur’an ke bahasa lain
dan tafsirnya bukanlah Al-Qur’an, dan karenanya bukan nasb yang qatb’I dan sah
untuk di jadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.
Al-Qur’an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk.
Allah menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:
¨bÎ)
#x»yd tb#uäöà)ø9$#
Ïöku
ÓÉL¯=Ï9
Ïf ãPuqø%r& çÅe³u;ãur
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
tûïÏ%©!$#
tbqè=yJ÷èt
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
¨br& öNçlm; #\ô_r&
#ZÎ6x. ÇÒÈ
Sesungguhnya Al-Qur’an ini
memberikan petunjuk ke (jalan) yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira
kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar. (Q.S. Al-Isra/
17:9)
Ayat-ayat semacam ini menegaskan bahwa tujuan Al-Qur’an adalah memberikan
petunjuk kepada umat manusia. Tujuan ini hanya akan tercapai dengan memperbaiki
hati dan akal manusia dengan akidah-akidah yang benar dan akhlak yang mulia
serta mengarahkan tingkat laku mereka kepada perbuatan yang baik.
Atas dasar ini, sebagai mana dikemukakan ‘Ali Hasballah,
setiap pembahasan tetang Al-Qur’an yang bertujuan mencapai tujuan Al-Quran
tersebut merupakan pembahasan yang proposional, dibutukkan, dan berdasar pada
dalil syar’i. pembahasan yang tidak bertujuan demikian tidak akan mendapat
legitimasi dari dalil syar’i.
Petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana di kemukakan Mahmud Syaltut, dapat
dikelompokan menjadi tiga pokok yang di sebutnya sebagai maksud-maksud Al-Qur’an, yaitu:
1.
Petujuk tentang akidah dan
kepercayan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan Keesaan
Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2.
Petunjuk mengenai akhlak yang
murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus
diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif.
3.
Petunjuk mengenai syariat dan
hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.
Pengelompokkan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu petunjuk
tentang aqidah dan petunjuk tentang syari’ah. Penyederhanaan ini sesungguhnya
di gunakan oleh Syaltut sendidri dalam bukunya yang berjudul al-islam ‘Akidah wa syari’ab (Islam adalah
aqidah dan ayariat). Yang di maksud
dengan akidah ialah:
Aspek teoritis yang menuntut
pertama-tama dan sebelum apapun keimanan kepada Allah; keimanan yang tidak
terjamah oleh keraguaan (kuat) dan tidak pula dipengaruhi kekaburan (tegas).
Yang di maksud
dengan syariat ialah:
Aturan-aturan atau pokok-pokoknya
yang digariskan Allah untuk diterapkan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan-nya,
sesama muslim, sesama manusia, alam, dan kehidupan.
Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, Al-Qur’an menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
1.
Mengajak manusia untuk
memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah sehingga mengetahui
rahasia-rahasia-Nya yang terdapat di dalam semesta.
2.
Menceritakan umat terdahulu, baik
individu maupun kelompok, baik orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupu
orang-orang yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah ini manusia dapat
mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang di berlakukan Allah terhadap
mereka.
3.
Menghidupkan kepekaan batin
manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berpikir tentang awal dan materi
kejadiannya, kehidupannya, dan kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang
menciptakan segala kekuatan.
4.
Memberi kabar gembira dan janji
serta peringatan dan ancaman.
Sistematika yang di gunakan Al-Qur’an dalam
menyajikan kandungannya tidak sama dengan yang digunakan dalam penyususnan
buku-buku ilmiah. Dalam buku-buku ilmiah satu masalah dibahas dengan satu
metode tertentu serta dibagi menjadi bab-bab dean pasal-pasal. Metode ini tidak
terdapat dalam Al-Qur’an yang menerangkan banyak persoalan induk secara silih
berganti. Persoalan akidah kadang-kadang bergandengan dengan persoalan hukum
diterangkan, tiba-tiba muncul persoalan lain yang sepintas tampak tidak saling berhubungan.
Misalnya, apa yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 216-221 yang mengatur
hukum perang dalam Al-Asybur Al-Burum
(bulan-bulan suci) berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian,
persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik. Yang demikian
itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an dan
hukum-hukum yang tercakup di dalamnya merupakan satu kesatuan yang harus
ditaati oleh para penganutnya secara keseluruhan tanpa pemisahan yang satu dari
yang lainnya. Dalam menerangkan masalah-masalah yang merupakan bidang kajian
filsafat dan metafisika, Al-Qur’an tidak menggunakan istilah filsafat dan
logika. Demikian halnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Yang demikian membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak dapat dipersamakan dengan
kitab-kitab karya manusia.
Al-Qur’an, dalam penegasan Allah dan keyakinan kaum
muslimin, merupakan sumber pertama ajaran-ajaran dasar Islam. Sebagai ajaran
yang datang dari Allah Yang Maha Besar, kebenarannya bersifat mutlak dan kekal.
Oleh sebab itu, sikap keagamaan orang mukmin terhadap Al-Qur’an adalah memahami
kebenaran pernyataannya dengan bertitik tolak dari keyakinan; bukan
memandangnya sebagai bahan baku
teori, hipotensi, atau asumsi ilmiah yang memerlukan pembuktian dengan bertitik
tolakdari keraguan. Umpamanya, di dalam Al-Qur’an terdapat firman Allah yang
menyatakan sebagai berikut:
….. ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$#
(
cÎ) no4qn=¢Á9$#
4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ì……s3ZßJø9$#ur
ÇÍÎÈ
… dan dirikanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)keji dan mungkar…(Q.S.
al-Ankabut/29:45)
Pernyataan tersebut menunjukan kepada hubungan kausalitas antara salat
dan tercegahnya tidak kekejian dan kemungkaran. Apabila pernyataan itu dipahami
dengan logika ilmiah, maka kebenarannya akan bersifat sementara sebelum
terbukti secara empiris. Apabila pendidikan muslim berfikir demikian, maka
dalam mendidik anak-anak agar tidak melakukan tindak kekejian dan kemungkaran
ia tidak akan bersandar kepada pendidikan shalat, bahkan mungkin ia akan
membiarkan anak-anak tidak melaksanakannya sampai kebenaran pernyataan di atas
terbukti. Dengan demikian, ia siap melanggar kewajiban yang di sampaikan Nabi
saw, sebagai berikut:
Suruhlah anak-anak kamu melaksanakan
shalat ketika mereka berumur tujuh tahun; dan pukullah mereka karena
meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat
tidur mereka (H.R. Abu Dawud)
Al-Qur’an bukan kitab teori ilmu. Meskipun demikian, antara keduanya
terdapat hubungan yang sangat erat. Hubungan itu terlihat pada pilihan moral:
obyek apa yang akan diteliti dan untuk apa pengetahuan yang dihasilkan diterapkan.
Disamping itu, sebagai mana di kemukakan M.Quraisy Shihab, hubungan antara
Al-Quran dan ilmu tidak dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam Al-Qur’an,
tetapi dari adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya,
serta adakah satu ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah
yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya di nilai dengan apa yang
dipersembahkan kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan terciptanya suatu
iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu. Al-Qur’an telah menciptakan iklim
tersebut dengan menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran muslim yang amat
sentral, yang menengahi antara iman dan amal. Dalam hal ini, para ulama sering
mengemukakan perintah Allah SWT., langsung maupun tidak langsung, kepada
manusia untuk berpikir, merenung, menalar, dan sebagainya. Banyak sekali seruan
dalam Al-Qur’an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan
dengan peringatan, gugatan, atau perintah supaya ia berpikir, merenung, dan
menalar. Umpamanya, terdapat firman Allah yang menganjurkan untuk menggunakan
akal pikiran dalam mencapai hasil:
*
ö@è% !$yJ¯RÎ) Nä3ÝàÏãr&
>oyÏmºuqÎ/
(
br&
(#qãBqà)s? ¬! 4Óo_÷WtB 3yºtèùur
¢OèO (#rã¤6xÿtGs?
4
$tB
/ä3Î6Ïm$|ÁÎ/ `ÏiB >p¨ZÅ_ 4
÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÉtR
Nä3©9
tû÷üt/ ôyt 5>#xtã
7Ïx©
ÇÍÏÈ
Katakanlah (hai Muhammad):
“sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu
berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian
berpikirlah.” (Q.S. Saba’ / 34:46)
Firman Allah yang menekankan betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan
kedudukan cendekiawan dalam masyarakat:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s%
uä!$tR#uä
È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur
âxøts notÅzFy$# (#qã_ötur
spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3
ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o
tûïÏ%©!$#
tbqçHs>ôèt
tûïÏ%©!$#ur
w tbqßJn=ôèt
3
$yJ¯RÎ)
ã©.xtGt (#qä9'ré&
É=»t7ø9F{$#
ÇÒÈ
Tanyakanlah hai Muhammad: “Adakah
sama antara orang-orang yang mengetahui dan mereka yang tidak mengetahui?” (Q.S.
Al-Zuma r/ 39:9)
Firman Allah yang mengeritik pedas orang-orang yang berbicara atau
membantah suatu persoalan tanpa data obyektif dan ilmiah yang berkaitan dengan
persoalan tersebut:
÷LäêRr'¯»yd
ÏäIwàs¯»yd óOçFôfyf»ym
$yJÏù Nä3s9
¾ÏmÎ/
ÖNù=Ïæ zNÎ=sù cq`!$ysè?
$yJÏù }§øs9 Nä3s9
¾ÏmÎ/
ÖNù=Ïæ 4
ª!$#ur ãNn=÷èt óOçFRr&ur
w tbqßJn=÷ès?
ÇÏÏÈ
Inilah kamu (wahai Abi Al-kitab), kamu ini
membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui, maka mengapakah membantah pula
dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui? Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.(Q.S. Ali’Imran / 3:66)
Hubungan antar Al-Qur’an dan ilmu pendidikan Islam tampak terbatas pada
segi-segi dikemukakan di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa Al-Qur’an tidak
mempunyai hubungan yang luas dengan pendidikan. Dalam kaitan ini, Ahmad Ibrahim
Muhanna mengatakan bahwa Al-Qur’an membahas berbagai aspek kehidupan manusia,
dan pendidikan merupakan terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan
bahan baku
bangunan pendidikan yang dibutuhkan setiap manusia. Hal ini tidak aneh
mengingat Al-Qur’an merupakan Kitab Hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah
tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Meskipun demikian,
hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya sama. Ada yang merupakan bagian pondasional dan ada
yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain, hubungannya dengan
pendidikan ada yang langsung dan tidak ada yang tidak langsung.
Al-Qur’an di peruntukkan bagi manusia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan
apabila manusia merupakan tema sentral pembahasannya. Di dalamnya di terangkan
hakikat manusia: siapa dirinya, dari mana ia berasal, di mana ia berada, apa
yang harus dilakukannya, dan hendak ke mana ia pergi? Masalah hakikat hidup,
padangan hidup, dan tujuan hidup merupakan masalah pendidikan. Namun, masalah
itu tidak berada dalam ruang lingkup kajian ilmu pendidikan yang hanya
menjangkau fakta-fakta empiris, melainkan dalam rung lingkup fisafat pendidikan
yang bisa mengambil datanya dari ajaran-ajaran agama.
2.3 Sunnah
Al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada umat manusia dengan
penuh amanat; tidak sedikit pun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya,
manusialah yang hendaknya berusaha memahaminya, menerimanya, kemudian mengamalkannya.
Seringkali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami
oleh para shahabat sebagai generasi pertama penerima Al-Qur’an. Karenanya,
mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah saw. yang memang diberi otoritas
untuk itu.
Allah swt. menyatakan otoritas dimaksud dalam firman-Nya di bawah ini:
.
. . . . . 3
!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9
Ĩ$¨Z=Ï9 $tB
tAÌhçR
öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt
ÇÍÍÈ
……. dan kami turunkan kepadamu Al-Dzikir (Al-Qur’an) agar kamu
menerangkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir (Q.S. Al-Nahl / 16:44)
Penjelasan itu disebut Al-Sunnah,
yang secara bahasa berarti Al-Thariqah,
jalan; dan dalam hubungan dengan Rasulullah saw. berarti segala perkataan,
perbuatan, atau ketetapannya.
Sunnah memang berkedudukan sebagai penjelas bagi Al-Qur’an. Namun,
pengamalan ketaatan kepada Allah sesuai dengan ajaran Al-Qur’an sering kali
sulit terlaksana tanpa penjelasannya. Karenanya, Allah memerintah kepada
manusia untuk menaati Rasul dalam kerangka ketaatan kepada-Nya. Itulah sebab
para ulama memandang Sunnah sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur’an.
Dibawah ini dikemukakan contoh bagaimana Sunnah menjelaskan prinsip umum
ajaran Al-Qur’an. Umumnya, Al-Qur’an menyatakan kewajiban anak berbuat baik
kepada orang tua.
*
(#rßç6ôã$#ur
©!$# wur (#qä.Îô³è@
¾ÏmÎ/
$\«øx©
(
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
$YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur
4n1öà)ø9$# . . . . . ÇÌÏÈ
Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun; dan berbuat baiklah kepada dua orang tua.....(Al-Nisa’/4:36)
Berbuat baik kepada orang tua merupakan prisip umum yang digariskan
Al-Qur’an dalam hubungan dengan orang tua. Penerapannya bisa dalam bentuk yang
bermacam-macam. Al-Qur’an sendiri antara lain mengemukakan:
*
4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î)
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
$·Z»|¡ômÎ) 4
$¨BÎ)
£`tóè=ö7t x8yYÏã
uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ.
xsù @à)s?
!$yJçl°; 7e$é&
wur $yJèdöpk÷]s?
@è%ur
$yJßg©9
Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. (Q.S. Al-Isra’/17:23)
Pada bagian lain
dijelaskan:
$uZø¢¹urur
z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/
$YZó¡ãm
(
bÎ)ur
#yyg»y_ x8Îô³çFÏ9 Î1
$tB
}§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/
ÖNù=Ïã xsù !$yJßg÷èÏÜè? 4
¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB /ä3ã¤Îm;tRé'sù $yJÎ/
óOçFZä.
tbqè=yJ÷ès?
ÇÑÈ
Dan kami wajibkan manusia (berbuat)
kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku
kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.s. Al-Ankabut/ 29:8)
Sunnah menjelaskan prinsip tersebut dalam bentuk penerapan yang lebih
banyak lagi. Umpamanya, anak tidak boleh ikut berperng tanpa izin orang tuanya.
Diriwayatkan bahwa’ abdulah bin’
Amr bin al-‘Ash r.a. berkata, “seorang lelaki datang kepada Nabi Allah saw.
Seraya berkat, ‘Aku mejmbaiatmu untuk berhijrah dan berzihad guna mencari
pahala dari Allah Ta’ala’. Beliau bertanya, ‘Apakah di antara dua orang tuamu
ada yang masih hidup? ‘Dia menjawab, ‘Ya. Bahkan, keduanya’. Beliau bertanya,
‘Lalu, kamu hendak mencari pahala dari Allah Ta’ala?’ dia menjawab, Ya. ’beliau
berkata, kembalilah kepada kedua orang tuamu; lalu, temanilah mereka dengan baik.’
(Hadits Muttafaq ‘alaih dengan lafazh muslim)
Contoh lainya anak tidak boleh menghina orang tua yang lain, sebab anak
yang orang tuanya dihina boleh jadi akan balas menghina orang tuanya pula.
Rasulullah saw. Bersabda:
“Diantara antara dosa besar ialah
seseorang mencari orang tuanya sediri!” para shahabat bertanya (heran), “ya
rasulallah, bagai mana mungkin seseorang mencari dua arang tuanya sendiri!?”
beliau menjawab, “Ya. Dia mencari bapa orang lain, lalu orang lain itu balas
mencaci bapaknya; dan ia mencaci ibu orang lain, lalu orang lain itu balas
mencaci ibunya pula.” (Hadits muttapaq ‘alaih)
Dalam lapangan pendidikan, sebagaimana dikemukakan Abdurrahman
Al-Nahlawi, sunnah mempunyai dua faidah:
1.
Menjelaskan sistem pendidikan Islam
sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-hal rinci yang
tidak terdapat di dalamnya.
2.
Mengingatkan metode-metode
pendidikan yang dapat dipraktikan.
Pribadi Rasulullah saw. sendiri, kata Muhammad Quthb, merupakan contoh
gidup serta bukti konkres sistem dan hasil pendidikan islam. Hal ini diakui
oleh Allah swt. dengan firman-Nya:
ôs)©9 tb%x.
öNä3s9 Îû
ÉAqßu
«!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x.
(#qã_öt
©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.s
Al-Ahzab/33:21)
Sunnah, sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an, mengambil dua bentuk:
nilai-nilai dan kaidah-kaidah normatif serta teknik-teknik praktis historis.
Bentuk pertama bisa dikembangkan dalam hirarki nilai, sehingga tidak mungkin
ada pertentangan antara nilai pokok dan nilai cabang. Bentuk kedua bisa diubah
sesuai dengan situasi dan kondisi. Umpamanya dengan menelaah kembali apakah
teknik-teknik pendidikan yang digunakan rasul masih relevan atau tidak ada
apakah cukup memadai ataukah belum untuk diterapkan di masa sekarang.
Banyak tidakan mendidik yang telah di contohkan Rasulullah saw. Dalam
pergaulannya bersama para sahabatnya. Dia menganjurkan agar pembicaraan yang
diarahkan kepada orang lain hendaknya disesuikan dengan tingkat kemampuan
berpikir mereka. Dia memperhatikan setiap orang sesuai dengan sifatnya: wanita
atau lelaki, tua atau kanak-kanak. Kepada orang yang menyenangi harta, dia akan
memberinya harta agar hatinya menjadi lunak. Kepada orang yang mencintai
kedudukannya, dia akan menempatkan kedudukan orang itu dekat dengannya, karena
di mata kaumnya dia adalah orang yang berkedudukan. Dalam pada itu, dia tidak
pernah lengah untuk menyeru mereka agar beribadah kepada Allah dan melaksanakan
syariat-Nya.
Ulama muslim telah memahami dan menyadari pentingnya tindakan mendidik
yang dicontohlan oleh Rasulullah saw. Di antara mereka ada yang menyusun kitab
berisi hadits-hadits rasulullah saw. Yang berorientasi pendidikan, seperti
kitab Al-Targhib wa Al-targhib. Kitab
karya ‘Abdul ‘Azham Al-Mundziri (581-656 H)ini menanamkan motivasi untuk cinta
mengerjakan kebaikan dan menjauhi perbuatan jahat. Kitab ini membahas banyak
aspek kehidupan: material, spritual, finansial, individual, sosial,
peribadatan, dan intelektual. Ada
pula ulama yang mempelajari kehidupan dan hadits Rasulullah saw. Untuk menggali
beberapa topik pendidikan yang kemudian disusun menjadi kitab. Contohnya adalah
kitab Tuhfah Al-Maudud fi Ahkam Al-Maulud,
karya ibnu Qayyim Al-jauziyyah; dan Al-Adab
AL-mufrid karya imam Muhammad bin Isma’ il Al-Bukhari. Yang terakhir ini
adalah kitab pendidikan Nabawi yang mengandung beberapa tuntunan sekitar
pendidikan dan perlakuan terhadap anak-anak yatim, perilaku sosial, serta
menyayangi, mencium, dan bercanda dengan anak-anak.
2.4 Ra’yu
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik mengenai nilai-nilai sosial,
kaidah-kaidah sosial, pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, maupun interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat.
John Vaizey, seorang guru besar dalam ilmu ekonomi dari Universitas
Brunel, Inggris, menggambarkan perubahan yang terjadi pada tahun-tahun
pertengahan abad ke-20. dikatakannya bahwa meningkatnya jumlah penduduk,
meningkatnya pengharapan, dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah
membawa serta perubahan-perubahan baru dalam pendidikan. Orang dapat
menyaksikan penerapan teknik-teknik ilmu pengetahuan alam dan sosial serta
teknologi dalam proses pendidkan sebagai akibat adanya pengertian yang lebih
dalam tentang apa yang terjadi dalam pendidkan. Ada orang yang berpandangan bahwa
meningkatnya penggunaan teknik-teknik yang melibatkan elektronika dan
perlengkapan lainnya yang kompleks telah mengakibatkan dehumanisasi pendidikan.
Mungkin ada pula orang yang berpendapat bahwa penghotbahan doktrin “afisiensi” dalam
penggunaan sumber-sumber untuk pendidikan berarti bersikap pragmatis dan
mementingkan kegunaan terhadap pendidikan. Sehubungan dengan perhatian terhadap
efisiensi, ada pula perhatian terhadap latihan bagi orang-orang untuk mengisi
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dalam kesibukan merenungkan fungsi latihan ini,
maka tujuan-tujuan terakhir pendidikan menjadi kabur.selanjutnya dapat
dinyatakan bahwa abad ini menyaksikan gugurnya pedoman-pedoman peradaban dalam
sekolah dan perguruan tinggi.
Pada masa-masa berikutnya muncul penelitian yang menunjukan kecenderungan
dunia untuk menjadikan sekolah sebagai lembag yang bernorma kuat, sehingga
tidak ada usaha swasta yang tidak diakui pemerintah bila “norma”-nya tidak
memenuhi selera pemerintah. Sementara itu, sebagai pemikir pendidikan melihat
bahwa sekolah tidak bisa diharapkan untuk mengamansipasi martabat kemanusiaan (human dignity). Mereka mengeritik
pandangan yang mempertahankan sekolah sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan prinsip bahwa dunia harus maju, tanpa peduli adanya akibat
malapetaka ledakan nuklir, pencemaran, dan sebagainya. Di antara para kritikus
yang vokal dalam hal ini ialah ivan illich yang menggambarkan adanya masyarakat
bebas dari ikatan-ikatan pendidikan sekolah; paulo freire yang menganggap
sekolah sebagai tempat pendidikan rakyat tertidas; dan Everett Reimer yang
menganalisis pendidikan sekolah pada kematiannya.
Perubahan-perubahan seperti di kemukakan di atasdan munculnya gagasan-gagasan
baru tentang pendidikan pada gilirannya melahirkan berbagai masalah pendidikan.
Apakah perubahan yang terjadi bertentangan dengan nilai-nilai hakiki pendidikan
ataukah malah sebaliknya, meningkatnya? Apakah perubahan pada suatu komponen mengharuskan
perubahan seluruh sistem? Apa yang harus diajarkan? Apakah sekolah harus
dibubarkan? Jika sekolah dibubarkan, di mana generasi muda memperoleh
pendidikan? Jika sekolah tidak dibubarkan, bagaimana agar sekolah berfungsi
dalam mencapai tujuan pendidikan?
Masalah-masalah di atas merupakan perkembangan baru di dunia pendidikan
yang tidak dijumpai di masa Rasulullah saw., tetapi memerlukan jawaban untuk
kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari
para pendidik muslim.ijtihad pada dasrnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang
muslim untuk selalu berprilaku berdasrkan ajaran Islam. Untuk itu, manakala
tidak di temukan petunjuk yang jelas dari Al-Qur’an maupun Sunnah tentang suatu
perilaku, orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya
dengan memperhatikan prisip-prinsip umum Al-Qur’an maupun Sunnah.
Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak masa shahabat. Namun, tampaknya
literatur-literatur yang ada menunjukan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum
syarak. Yang dimaksud dengan hukum syarak, menurut depinisi ‘Ali Hasballah,
ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram
dan sunnah) yang disandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun batin.
Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih
menonjol ketibang aspek batin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak
digeluti daripada piqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadah, muamalat,
dan jinayat lebih dominan ketimbang kajian tentang iklas, sabar, memberi maaf,
merendahkan diri, dan tidak menyakiti orang lain.
Ijtihad dalam lapangan pendidikan malah nyaris ta terdengar. Sebabnya
barangkali bisa di rujuk pada kondisi sosial umat di masa lalu. Persoalan
kenegaraan, perdagangan, perkawinan, dan sebagainya seperti terlihat pada
tema-tema piqih tampak merupakan masalah akut pada masa itu, sementara
persoalan pendidikan cukup diatasi oleh konvensi-konvensi yang ada. Meskipun
demikian, ada sebagian ulama yang peduli terhadap masalah pendidikan, di
antaranya dapat disebutkan kelompok ikhwan Al-Shafa, Al-Ghazali, Ibnu Khladun,
Al-Zarnuji, Al-Kanbin, dan Al- Ansari.
Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam
lapangan fiqih (lahir dan batinnya), mengingat yang pertama merupakan usaha
pembudayaannya, sedangkan yang kedua merupakan usaha penggalian budaya itu.
Ruang lingkupnya bisa dalam lingkup filsafat pendidikan Islam dan bisa pula
dalam lingkup ilmu pendidikan Islam.
Dalam lingkup ilmu pendidikan Islam, pernyataan Al-Qur’an dan Sunnah
hendaknya dipilih mana yang bernialai normatif dan mana yang bernilai
teknis-praktis, sehingga tidak terjadi salah perlakuan, tidak membuktikan
secara empiris apa yang seharunya diyakini. Sementara itu, hasil pikir para
ulama seperti Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Khaldun masih terbuka untuk dikaji
ulang guna dicari kemungkinan penerapannya di masa sekarang.
Tujuan
pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,
dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Dalam konteks
sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala
kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut
juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus
yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan
Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak
sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka
tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap
tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah
dicapai.
Menurut Abdul
Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai
hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia
yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah
kepada Allah.
Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut
Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56 :
$tBur
àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur
wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
“ Dan Aku menciptakan Jin
dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal
menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan
shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta
mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal,
pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek
ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya
dengan cara yang benar.
Ibadah ialah
jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan
manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan
dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan
pendidikan Islam adalah :
1.
Tujuan yang berkaitan dengan
individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat,
tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki
untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2.
Tujuan yang berkaitan dengan
masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam
masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.
Tujuan profesional yang berkaitan
dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi,
dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci
tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1.
Pembinaan akhlak.
2.
menyiapkan anak didik untuk hidup
dudunia dan akhirat.
3.
Penguasaan ilmu.
4.
Keterampilan bekerja dalam
masyrakat.
Menurut Asma
hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1.
Tujuan keagamaan.
2.
Tujuan pengembangan akal dan
akhlak.
3.
Tujuan pengajaran kebudayaan.
4.
Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan
pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat
islam.
4. Akhlak mulia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melahirkan ilmu pendidikan Islam merupakan pekerjaan yang memerlukan
penanganan bersama oleh segenap anggota masyarakat, dan yang tidak kalah
penting adalah dasar atau pondasi. Dasar yang harus kita anut adalah
dasar-dasar pendidikan Islam. Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam adalah dasar
atau pondasi yang mengacu pada Islam. Dan dasar-dasar tersebut adalah Al-Qur’an
sebagai pondasi yang kuat dan kokoh, dan As-Sunnah atau Hadits sebagai tiang
yang menopang kekuatan pondasi, sedangkan ra’yu sebagai pelengkap yang
memperindah.
Aturan atau pokok yang digariskan, oleh Allah untuk diterapkan manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan-Nya. Sesama muslim, sesama manusia, alam, dan
kehidupan (Al-Qur’an dan Hadits) adalah ayariat yang harus di laksanakan dalam
kehidupan sehari-hari dan pendidikan.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa
kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Ibadah ialah jalan hidup yang
mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa
perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al abrasyi, merinci
tujuan akhir pendidikan islam menjadi
a.
Pembinaan akhlak.
b.
menyiapkan anak didik untuk hidup
dudunia dan akhirat.
c.
Penguasaan ilmu.
d.
Keterampilan bekerja dalam
masyrakat.
Menurut Asma
hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
a. Tujuan keagamaan.
b. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
c. Tujuan pengajaran kebudayaan.
d. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan
islam menjadi :
a.
Bahagia di dunia dan akhirat.
b.
menghambakan diri kepada Allah.
c.
Memperkuat ikatan keislaman dan
melayani kepentingan masyarakat islam.
d.
Akhlak mulia.
3.2
Saran
........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
-
Aly, Herynoer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. PT. Logos Wacana
Ilmu: Jakarta .
-
Arifin, H.M., 1994. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis. Jakarta :
Bumi Angkasa.1994
-
Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul
al-Tarbiyah al- Islamiyah, Damaskus:
Dar al-Fikr, 1979.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1
1.3 Metode Penulisan ...................................................................................... 1
BAB
II DASAR-DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM
2.1 Pengertian Dasar Ilmu Pendidikan Islam .................................................. 2
2.2 Al-Qur’an .................................................................................................. 4
2.3 Sunnah ....................................................................................................... 10
2.4 Ra’yu ........................................................................................................ 16
2.5 Tujuan Pendidikan islam............................................................................ 19
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan .................................................................................... 22
3.2
Saran .............................................................................................. 23
|
Bet365 Review ᐈ Get 30 FREE Spins Today | Pokies Casino
BalasHapusYou can get 30 free spins for free from our dafabet Bet365 casino and 11bet will bet365 have to make a deposit at one of these casinos to win the welcome offer.