BAB II
PEMBAHASAN
1.
LAFAZH JAMA’ MUNAKKAR
Jama’
munakkar ialah lafazh jama’ yang mencakup satuan-satuan yang banyak, akan
tetapi tidak sampai menghabiskan seluruh satuan yang dapat
dimasukkan ke dalamnya.
Misalnya
lafazh “Rijalun” dalam Firman Allah:
ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $pkÏù Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur ÇÌÏÈ ×A%y`Í w
öNÍkÎgù=è? ×ot»pgÏB
..........bertasbihlah untuk Allah didalam
mesjid-mesjid pada waktu pagi dan petang orang laki-laki yang tidak dilalaikan
oleh perniagaan ....... (QS. An-nur: 36-37)
Lafazh
“Rijalun” dalam ayat diatas adalah
jama’ dalam bentuk Nakirah. Dia mencakup satu-satuan yang banyak, akan tetapi
tidak mencakup seluruh orang laki-laki.
Oleh
karena itu kebanyakan para ulama ahli Ushul mengatkan bahwa jama’ semacam ini
(dalam bentuk nakirah) tidak termasuk lafazh ‘amm yang dapat menghabisi seluruh
satuan yang dapat masuk ke dalamnya. Sebab tidaklah betul jika ada orang yang
berkata: qama rijalun (orang
laki-laki yang berdiri) maka yang dimaksud adalah seluruh orang laki-laki yang
berdiri semuanya. Dalam bahasa indonesia, kata beberapa mahasiswa adalah jama’
munakkar, sedangkan perkataan semua mahasiswa adalah lafazh ‘amm.
Sebagia
dari ulama ahli Ushul memasukkan jama’ mudzakkar ke dalam lafazh ‘amm, sesuai
dengan penafsiran mereka terhadap lafazh ‘amm. Yaitu bahwa lafazh ‘amm itu
adalah lafazh yang mencakup satuan-satuan yang banyak, baik yang menghabiskan
satuan-satuan yang ada maupun tidak.
Menurut pendapat yang lebih tepat bahwa jama’ mudzakkar itu bukan ‘amm, karena ia tidak dapat menghabisi seluruh satuan
yang dapat dimasukkan ke dalamnya dan bukan
pula khash, karena ia dapat mencakup satuan-satuan yang banyak yang tiada
terbatas. Dengan demikian jama’ mudzakkar itu adalah tengah-tengah antara ‘amm dan khash, dan ia sebagai
hujjah yang qath’i bagi satuan-satuan yang terkecil dari pengertian jama’ (jama’
qillah, yaitu yang terbatas dari 3 sampai dengan 9), tidak bagi yang selebinya.
Kadang-kadang jama’ mudzakkar
didahului oleh shighat nafi (shighat
yang memberi pengertian negatif). Dalam hal ini jama’ mudzakkar menjadi umum
yang menckup seluruh satuan-satuannya. Contoh :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä w (#qè=äzôs?
$·?qãç/ uöxî öNà6Ï?qãç/
4_®Lym (#qÝ¡ÎSù'tGó¡n@
(#qßJÏk=|¡è@ur #n?tã $ygÎ=÷dr&
4 öNä3Ï9ºs ×öyz
öNä3©9 öNä3ª=yès9 crã©.xs?
ÇËÐÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS: An-nur : 27)
Lafazh “buyutan” dalam ayat tersebut adalah jama’mudzakkar yang menurut
pengertian semula tidak mencakup seluruh satuannya (rumah-rumahnya). Hanya yang
pasti, mencakup beberapa rumah. Akan tetapi, oleh karena dalam ayat tersebut
lafazh “buyut” itu berada dalam rangkaian kalimat nafi, yaitu dengan adanya
lafazh “la tadkhulu” (jangan kamu
memasuki) yang memberi pengertian larangan untuk memasuki rumah-rumah, maka
lafazh buyut tersebut menjadi umumlah pengertiannya.
Dengan
demikian ayat-ayat tersebut memberi pengertian tudak boleh memasuki sembarang
rumah, selain rumah sendiri, sebelum meminta izin terlebih dahulu.
2.
LAFAZH MUSYTARAK
1.
Pengertian
Kata
musytarak berasal dari kata Isytaraka yang berarti bersekutu. Sedangkan menurut
istilah Musytarak adalah lafazh yang mempunyai dua arti atau lebih yang berbeda
(ambiguitas). Misalnya lafazh quru’ selain
berarti suci juga mempunyai makna haid. Lafazh maula dapat diartikan tuan yang memiliki budak dan budat itu
sendiri. Begitu juga perkataan tanggal,
dalam bahasa indonesia dapat diartikan hari bulan dan dapat diartikan lepas.
Lafazh
musytarak diciptakan untuk beberapa makna yang penunjukannya kepada makna itu
dengan jalan bergantian, tidak sekaligus. Misalnya lafazh “ain”, lafazh ini diciptakan untuk beberapa makna, yakni mata untuk
melihat, mata air, matahari dan mata-mata. Penggunaannya kepada arti-arti tersebut
adalah tidak sekaligus.
2.
Sebab-Sebab Menjadi Musytarak
Sebab-sebab
yang menyebabkan lafazh itu menjadi musytarak antara lain ialah:
a. Lafazh itu gunakan oleh suatu suku
bangsa (qabilah) untuk makna tertentu dan oleh suku bangsa yang lain digunakan
makna yang lain lagi, kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna tersebut
tanpa ada keterngan dari hal perbedaan yang dimaksud oleh penciptanya. Misalnya
lafazh “yad” (tangan) oleh sebagian
qabilah diciptalah untuk makna hasta
seluruhnya, sedangkan oleh qabilah yang lain diciptakan untuk arti telapak tangan sampai siku, dan qabilah
lain lagi mengartikannya hanya untuk telapak
tangan saja.
b. Lafazh itu diciptakan menurut hakikatnya
untuk satu makna, kemudian dipakai pula kepada makna laintetapi secara majazi (kiasan). Pemakaian secara majazi
ini masyhur pula, sehingga orang-orang menyangka bahwa pemakaiannya dalam arti
yang kedua itu adalah hakiki bukan majazi. Dengan demikian para ahli bahasa
memasukkan ke dalam golongan lafazh musytarak. Misalnya lafazh “sayyarah”, pada mulanya lafazh itu
berati kafilah yang mengadakan
perjalanan, kemudian digunakan pula untuk binatang-binatang yang beredar
mengelilingi matahari. Dan akhirnya secara populer lafazh itu diartikan dengan mobil.
c.
lafazh
itu semula diciptakan untuk satu makna, kemudian dipindahkan kepada istilah
syar’i untuk arti yang lain. Misalnya lafazh “shalat” menurut arti bahasa semula artinya adalah mendo’a,
kemudian menurut istilah syar’i shalat sebagaimana kita kenal sekarang.
Lafazh musytarak
itu adakalanya bersifat isem, seperti
contoh-contoh diatas; adakalanya berupa fi’el, seperti fi’el amr. Lafazh amar
dimasukkan kedalam lafazh musytarak, karena lafazh amr itu kadang-kadang
mengandung perintah wajib dan kadang-kadang mengandung perintah sunnat. Begitu
pula lafazh musytarak itu berupa huruf,
seperti huruf wawu. Huruf wawu ini adakalanya memberi pengertian ‘athaf (dan)
dan adakalnya hal (yang berarti sedang dalam keadaan). Oleh karena itu huruf wawu tergolong kedalam lafazh musytarak.
3.
Hukum lafazh musytarak
Apabila
persekutuan arti lafaz musytarak pada suatu nash syar’i itu terjadi karena
makna lughawi dengan makna istislahi syar’i, maka hendaklah diambil makna
menurut istilah syar’i. Misalnya lafaz “shallah”yang
menurut bahasa diartikan dengan do’a dan menurut syara’ diartikan dengan ibadah
yang sudah tertentu itu. Dalam hal ini hendaklah diartikan menurut arti
istilahsyar’i, yaitu ibadah yang sudah tertentu itu, bukan menurut makna
lughawi, yaitu do’a. Demikian juga lafazh “thalaq”,
yang menurut bagasa berarti lepas dan
menurut syara’ berarti melepaskan ikatan perkawinan, maka hendaklah diartikan
dengan arti syar’i, yaitu melepaskan ikatan perkawinan.
Apabila
persekutuan arti lafazh musytarak pada suatu nash syar’i itu terjadi antara beberapa makna lughawi, maka seseorang wajiblah berijtihad untuk menentukan
arti yang dimaksud. sebab syar’i dipercaya tidak mengkehendaki semua arti
lafazh musytarak, melainkan salah satu arti dari beberapa arti yang banyak itu.
Seorang
mujtahid harus mampu menunjukkan qarinah atau dalil-dalil yang dapat menentukan
arti yang dikehendaki. Misalnya lafazh “yad”
dalam firman allah swt
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3
ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
Pencuri laki-laki dan
pencuri perempuan potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan apa yang telah
mereka kerjakan. . . . . ( al-maidah, 38 )
Adalah
musytarak antara hasta (dari ujung
jari sampai bahu), lengan bawah
(antara ujung jari sampai siku) dan telapak
tangan (dari ujung jari sampai pergelangan tangan), baik yang kanan maupun
yang kiri. Akan tetapi perbuatan rasulullah saw. Menunjukkan bahwa tangan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah menurut arti yang terahir, yaitu telapak
tangan yang kanan. Amal rasulullah itu merupakan qarinah kepada makna yang
dimaksud.
Jika
tidak ada qarinah yang menunjukkan
kepada arti yang dimaksud maka para ulama berlainan pendapat dalam menentukan
arti yang dikehendaki.
a. Menurut ulama hanafiah disebagian ulama
syafi’yah, lafaz musytarak itu tidak
dapat digunakan untuk seluruh arti yang banyak itu dalam suatu pemakaian.
Andai kata dimaksud untuk arti keseluruhan, lafazh itu disebut ‘amm, bukan
musytarak lagi dan bukan pula majaz. Karena yang demikian ini berarti lafazh
itu digunakan untuk arti yang haqiqi dan majasi dalam sekali pakai.
b. Menurut jumhur ulama syafi’iyah dan
sebagian ulama mu’tazila bila tidak ada qarinah yang menunujukkan kepada arti
yang dikehendaki, maka lafazh musytarak itu hendaklah diartikan kepada seluruh artinya selagi arti-arti itu dapat
digabungkan. Mereka berhujjah dengan firman allah:
óOs9r&
ts?
cr&
©!$#
ßàfó¡o
¼çms9
`tB
Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
`tBur
Îû
ÇÚöF{$#
ߧôJ¤±9$#ur
ãyJs)ø9$#ur
ãPqàfZ9$#ur
ãA$t7Ågø:$#ur
ãyf¤±9$#ur
>!#ur¤$!$#ur
×ÏV2ur
z`ÏiB
Ĩ$¨Z9$#
(
îÏWx.ur
¨,ym
Ïmøn=tã
Ü>#xyèø9$#
3
`tBur
Ç`Íkç
ª!$#
$yJsù
¼çms9
`ÏB
BQÌõ3B
4
¨bÎ)
©!$#
ã@yèøÿt
$tB
âä!$t±o
)
ÇÊÑÈ
Apakah
kamu tiada mengetahui, bahwa kepada allah bersujud apa yang ada dilangit, dan
dibumi, matahari, bintang, gunung, pepohonan, binatang-binatang yang melata dan
sebagian besar dari pada manusia. Tetapi banyak yang diantara manusia yang
ditetapkan azab atasnya. (al-hajj: 18).
Lafazh “yajudu”
(sujud) dalam ayat tersebut adalah musytarak artinya diantara meletakkan dahi diatas tanah “ dengan” ketundukan pada sunah allah.” Arti
keduanya
memang dikehendaki. Sebab kalau diartikan menurut arti yang pertama saja, tentu
perbutan itu tidak bisa dijalankan oleh benda-benda yang tidak berakal (seperti
matahari, bulan , binatang-binatang dll) dan bukan pula di artikan menurut arti
yang kedua saja, sebab tentu tidak layaklah dikirtabkan tuhan: “ wakatsirum minannas” (dan kebanyakan
manusia), karena semua manusia adalah tunduk kepada sunah alla swt.
Demikian juga firman
allah:
¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur
tbq=|Áã
n?tã
ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkr'¯»t úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#q=|¹
Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JÎ=ó¡n@
ÇÎÏÈ
Sesungguhnya
allah dan malaikat-malaikatnya berselawat untuk nabi . . . .
(al- ahzab, 56)
Arti
perkataan “shalat” (yashahulluna) bila datang dari allah adalah memberi rahmat
dan bila datang dari malaikat adalah do’a atau istigfar (meminta ampun). Maka
kedua arti tersebut dipakai keduanya dan dikehendaki.
Do you realize there is a 12 word sentence you can tell your man... that will induce intense feelings of love and instinctual attraction for you deep inside his chest?
BalasHapusThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, please and care for you with all his heart...
====> 12 Words Who Trigger A Man's Desire Instinct
This impulse is so hardwired into a man's mind that it will drive him to work harder than before to make your relationship as strong as it can be.
Matter-of-fact, triggering this all-powerful impulse is absolutely essential to getting the best ever relationship with your man that the moment you send your man one of the "Secret Signals"...
...You will instantly find him expose his soul and heart to you in such a way he's never expressed before and he'll identify you as the only woman in the universe who has ever truly tempted him.