BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Khafiyud Dalalah
Khafiyud dalalah ialah lafazh yang
penunjuknya kepada makna yang dikehendaki bukan oleh sighat itu sendiri,akan
tetapi karena tergantung kepada sesuatu dari luar.Ketergantungannya kepada
sesuatu dari luar lantaran adanya kekaburan pengertian pada lafazhnya.[1]
Kekaburan pengertian itu dapat
dihilangkan dengan jalan mengadakan penelitian dan ijtihad.Lafazh yang dapat
dihilangkan kekaburannya dengan jalan ini disebut lafazh khafiy dan
musykil.Sedang lafazh yang tidak dapat dihilangkan kekaburannya melainkan
dengan mencari penafsirannya dari syar’i sendiri disebut lafazh mujmal.Dan
apabila tidak ada jalan lain untuk menghilangkan kekaburannya disebut lafazh
mutasyabih.[2]
B.Tingkatan Lafazh Khafiyud Dalalah
a.Khafiy (samar)
Arti khafy secara harfiah adalah
tersembunyi.Sedangkan istilah artinya adalah suatu lafazh yang sebetulnya bisa
dipahami dengan mudah,akan tetapi penerapan maknanya kepada satuannya terdapat
kekaburan yang bukan disebabkan oleh lafazh itu sendiri,melainkan karena
sebab-sebab luar,sehingga ada kesulitan untuk mengindentifikasi apakah beberapa
hal lain juga tercakup kedalamnya.Misalnya keadaan sebagian satuannya mempunyai
nama yang khas atau mempunyai sifat yang berbeda dengan satuan yang lain
sehingga menimbulkan keraguan untuk dimasukkan kepada makna yang umum dari
lafazh tersebut.[3]
Contoh lafazh khafy ini adalah
lafazh “ Sariq “ (pencuri) dalam firman Allah, Surat al-Maidah (5) : 38
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r&
Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB
«!$# 3 ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
“Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan,potonglah tangan
keduanya.”
Lafazh
“shariq” itu sendiri sebenarnya cukup jelas,yaitu “orang yang mengambil harta
yang bernilai milik orang lain dalam tempat penyimpanannya secara
sembunyi-sembunyi”.Penerapan hukuman terhadap pencuri dengan arti tersebut juga
jelas namun lafazh “pencuri” itu mempunyai satuan arti (afrad) yang
banyak,yaitu pencopet, perampok,pencuri barang kuburan dan lain sebagainya yang
mempunyai kelebihan sifat atau kekurangan sifat dibandingkan dengan pencuri
dalam arti luas.Apakah sanksi hukuman potong tangan diperlukan terhadap semua
satuan arti itu.Disinilah timbul kesamaran tersebut.[4]
Umpamanya
“pencopet”,ia mengambil harta orang lain bukan dengan cara
sembunyi-sembunyi,tetapi secara terang-terangan melalui suatu cara yang memerlukan
ketrampilan dalam kecepatan bertindak “pencopet” itu berbeda dengan “pencuri”
karena “pencopet” memiliki kelebihan sifat yaitu keberanian dan kecepatan
berbuat,sehingga dinamai dengan khusus yaitu “pencopet”.Apakah lafazh “pencuri”
dapat mencakup pula dengan arti “pencopet” untuk dikenai sanksi potong tangan
atau tidak,atau hanya diberlakukan sanksi berupa ta’zir.
Contoh lain,lafazh ayah dan ibu
(abawaini) serta anak (awlad) yang terdapat dalam surat an-Nisa, ayat 11 berikut:
ÞOä3Ϲqã ª!$# þÎû
öNà2Ï»s9÷rr&
(
Ìx.©%#Ï9
ã@÷VÏB Åeáym
Èû÷üusVRW{$#
4
bÎ*sù
£`ä. [ä!$|¡ÎS
s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù
$sVè=èO $tB x8ts? (
bÎ)ur
ôMtR%x. ZoyÏmºur
$ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4
Ïm÷uqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$#
$£JÏB
x8ts? bÎ) tb%x.
¼çms9
Ó$s!ur 4
bÎ*sù
óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù
ß]è=W9$#
4
bÎ*sù
tb%x.
ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$#
4
.`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy 3
öNä.ät!$t/#uä
öNä.ät!$oYö/r&ur w tbrâôs?
öNßgr& Ü>tø%r&
ö/ä3s9 $YèøÿtR 4
ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$# 3 ¨bÎ) ©!$#
tb%x.
$¸JÎ=tã $VJÅ3ym
ÇÊÊÈ
Artinya:
Dan untuk kedua orang tua ibu
bapa,bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkannya,jika yang
meninggal itu mempunyai anak jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan
dia diwarisi oleh ibu bapanya (saja),maka ibunya mendapat
sepertiga.(QS.al-Nisa’:11)
Pengertian orang tua (abawain) dalam
ayat diatas cukup jelas diketahui.Tetapi persoalannya,masuknya nenek dan kakek
kedalam pengertian ini,sekiranya nenek dan kakek masuk dalam lafazh
dimaksud,apakah semuanya / hanya nenek dan kakek dari garis tertentu
saja.Begitu juga dengan pengertian anak tersebut,keturunan yang lebih
rendah,yaitu cucu dan cicit.Sekiranya masuk apakah semua dari garis laki-laki
dan perempuan,atau hanya garis saja yang dianggap masuk.Lebih dari itu masukkan
anak angkat kedalam pengertian lafazh awlad itu tadi.Dengan
demikian,lafazh-lafazh yang pada mulanya mudah dipahami,karena adanya
sebab-sebab luar artinya menjadi kabur.[5]
Menurut para ulama ushul fiqh,hal-hal
yang tersembunyi (tidak secara jelas dicakup oleh lafazh) tersebut tidak
dianggap masuk kedalam cakupan lafazh yang dimaksud,sebelum diadakan penelitian
dan perenungan yang mendalam terhadap lafazh tersebut.Dalam perenungan ini para
mujtahid harus meperhatikan nash yang terkait serta ruh dan tujuan
pensyari’atan.[6]
Dari dua contoh yang dikemukakan
diatas teranglah bahwa kesamaran lafazh bukanlah timbul dari asal lafazh itu
sendiri tetapi dari segi penerapannya terhadap kejadian-kejadian praktis.Karena
ada kesamaran seperti itulah,maka hakim dapat berbeda dalam memberikan putusan
hukum.
Adapun cara untuk menghilangkan
kesamaran tersebut adalah melalui penelitian,mengetahui tujuan umum dan tujuan
khusus ditetapkannya hukum atasnya,yaitu “perluasan” penunjak lafazh atau
“penyempitan” dalam penerapannya. Kemaslahatan umum harus diperhatikan dalam
perluasan dan penyempitan tersebut,selama suatu lafazh dapat digunakan untuk
kemaslahatan umum.[7]
Dari Uraian diatas barangkali dapat
disimpulkan bahwa dalam beberapa hal mudah membedakan antara zhahir dan
khafi.Tetapi dalam beberapa hal lagi,batas tersebut agak kabur,karena lafazh
yang zhahir dari satu segi menjadi khafi ketika dilihat dari segi lainnya,jadi
dalam beberapa lafazh,yang menjadikan dia zhahir atau khafi adalah perspektif
tinjauannya.
b.Musykil (sulit)
Lafazh musykil adalah;
مَا خُفِيَ مَعْنَاهُ بِسَبَبٍ فىِ ذَاتِ اللّفْظِ
Suatu
lafazh yang samar artinya disebabkan oleh lafazh itu sendiri.
Musykil
secara lughawi berarti pelik.Sedang sebagai istilah didefinisikan sebagai
lafazh yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang
dikehendaki,akan tetapi harus ada qarinah dari luar agar menjadi jelas apa yang
dikehendakinya.Lafazh ini tidak mudah menentukan maknanya sebab ia mempunyai
beberapa kemungkinan arti.[8]
Oleh karenanya diperlukan qarinah,dari luar yang menjelaskan apa yang dimaksud
oleh lafazh tersebut.[9]
Qarinah (petunjuk) itu dapat diketahui dengan pembahasan atau penelitian.[10]
Perbedaan antara lafazh khafi dan musykil
adalah bahwa pada lafazh khafi kekaburan maknanya bukan disebabkan dari lafazh
itu sendiri.Akan tetapi,disebabkan adanya keraguan makna atas sebagian
satuannya karena sesuatu dari luar.Adapun kekaburan makna lafazh musykil
berasal dari lafazh itu sendiri,karena lafazh itu diciptakan untuk beberapa
makna.
Kemusykilan lafazh itu timbul
disebabkan :
- Karena lafazh itu musytarak,yaitu lafazh yang diciptakan untuk beberapa arti sedang sighatnya sendiri tidak menunjukkan makna tertentu.Oleh karena itu dicari qarinahnya untuk menentukan makna manakah yang dimaksud.Misal-nya lafazh “ Quru’ ” dalam Firman Tuhan:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur
ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO
&äÿrãè% 4 wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû
£`ÎgÏB%tnör&
bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã
«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$#
4
£`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4
£`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4
ÉA$y_Ìh=Ï9ur
£`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Artinya:Wanita-wanita
yang ditalak hendaknya menahan diri (beriddah) tiga
kali suci (al-Baqarah : 228)
Menurut bahasa lafazh “ Quru’ “ itu diciptakan untuk dua
arti,yaitu “suci” dan “haid”.Dengan demikian timbullah kemusykilan untuk
menetapkan apakah ‘iddah wanita yang ditalak itu 3 kali suci atau 3 kali haid.
Ulama Mazhab Hanafiyah menetapkan arti quru’ itu ialah haid.
Demikian juga Imam Ahmad karena sebagaimana diketahui bahwa syara’ mengadakan
syariat ‘iddah itu gunanya adalah untuk mengetahui kesucian rahim isteri (
tidak mengandung ).Haidlah alat yang dapat menetapkan apakah ia mengandung atau
tidak.Disamping itu juga didapatkan hadist yang dapat menjelaskan bahwa ‘iddah
itu hendaknya dengan haid.Sabda Rasulullah Saw ;
طَلاَقُ الأُمَّةِ
ثِنْتَانِ وَعِدَّتهَُا حَيْضَتَانِ (رواه ابو داود والترمذى)
Artinya : Hak menjatuhkan talak kepada budak wanita itu adalah dua kali
dan
iddah baginya adalah
dua kali haid.(Rw.Abu Daud dan Al-Tarmidzi)
Ulama Syafi’iyah dan sebagian mujtahid mengartikan lafazh
quru’ itu dengan suci.Karena dita’tanitskannya (diberi tanda lafazh perempuan)
kata bilangan (tsalatsatu) menunjukkan bahwa sesuatu yang ditunjuk oleh kata
bilangan (ma’dud) itu adalah mudzakar (lafazh laki-laki).Yaitu lafazh “thuhrun”
(suci) bukan “haid” (lafazh mu’annats).Jadi,lafazh tsalatsatu quru’ itu artinya
“tsalatsatu athhar” (tiga kali suci)
- Adanya dua lafazh yang saling berlawanan.
Artinya
kedua nash itu jelas dalalahnya,tidak ada kesukaran sedikitpun.Akan tetapi
kemusykilannya terletak dalam mantaufiqkan (mengkompromikannya) antara kedua
nash yang saling berlawanan itu.[11]Misalnya
firman Tuhan ;
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym
z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r&
`ÏB 7py¥Íhy
`ÏJsù
y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky ÇÐÒÈ
Artinya
: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah dan apa saja
bencana yang menimpamu adalah akibat dari kesalahanmu sendiri
...”( an-Nisa : 79 )
Dengan
firman Tuhan
$yJoY÷r&
(#qçRqä3s? ãN3.Íôã ÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3
bÎ)ur
öNßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB
ÏZÏã
«!$# ( bÎ)ur
öNßgö6ÅÁè? ×py¥Íhy
(#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB
x8ÏZÏã 4
ö@è% @@ä.
ô`ÏiB
ÏZÏã
«!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
“………Katakanlah,bahwa semuanya itu dari
sisi Allah………” ( an-Nisa : 78 )
Cara-cara untuk menghilangkan kemusykilan :
Cara menghilangkan kemusykilan
adalah dengan ijtihad.Oleh karena itu,bila seorang menemukan lafazh nash yang
musytarak,hendaklah ia mencari qarinahnya untuk menghilangkan kemusykilan
itu.Dalam kegiatan ini para ulama diharuskan mencari keterangan (Qarinah) dari
qiyas nash,ayat-ayat lainnya sekiranya ada,hadis-hadis Rasulullah,bahkan juga
buku kamus atau bukti-bukti kebahasan lainnya,misalnya kutipan dari bait-bait
sya’ir sehingga dapat menentukan mana diantara makna-makna tersebut yang
sejalan dengan maksud nash.
Apabila seorang mujtahid menemukan
dua buah nash yang secara lahirnya bertentangan,hendaklah mencari
ta’wilnya,baik dari nash-nash yang lain,Qaidah-qaidah syari’at maupun dari
hikmah tasyri’ atau sebagaimana yang mereka lakukan dalam mencari arti akibat
kemusytarakan seperti tersebut diatas,yakni dari kamus,sya’ir dan
sebagainya.Akhirnya perlu disebutkan bahwa antara nash dengan musykil ini tidak
ada hubungan.Maksudnya lafazh musykil ini tidak dapat ditingkatkan menjadi
lafazh nash,begitu juga lafazh nash tidak bisa diturunkan menjadi musykil.[12]
c. Mujmal (global)
Lafazh mujmal dalam pengertian
sederhana adalah,
اَلْلَفْظُ
اّلذِى يَنْطَوِى مَعْنَاهُ عَلى عِدّةِ أَخْوالٍ وَأَحْكَامِ قَدْجُمِعَتْ فِيْهِ
“ Lafazh yang maknanya mengandung
beberapa keadaan dan beberapa hukum
yang terkumpul didalamnya.”[13]
Mujmal ini lafazh yang sighatnya
sendiri tidak menunjukkan makna yang dikehendaki dan tidak pula didapati
Qarinah Lafziah (tulisan) atau Haliyah (lisan) yang menjelaskannya.Jadi mujmal
adalah lafazh yang tidak diketahui maknanya kecuali setelah mendapat penjelasan
dari orang (sumber) yang menggunakan lafazh tersebut.Misalnya seorang guru yang
punya banyak anak murid berkata kepadamu:”Tadi siang seorang bekas murid saya
datang kemari”.Kita tentu tidak bisa mengetahui siapa yang dia maksud kalau
bukan dia sendiri yang menjelaskannya.
Dalam hubungan nash syar’I,mujmal
adalah lafazh yang tidak diketahui maknanya kecuali setelah mendapat penjelasan
dari Allah atau Rasul itu sendiri,Namun sebagian ulama Syafi’iyah memberikan
definisi yang lebih luas.Menurut mereka,mujmal adalah lafazh yang untuk
mengetahui artinya perlu perenungan dan pengertian yang mendalam.Berbeda dengan
definisi pertama tadi,dalam yang kedua ini para mujtahid mungkin mengetahui
arti mujmal melalui penalaran bebasnya sendiri,sedang menurut definisi pertama
tadi mujtahid tidak mungkin mengetahui arti mujmal melalui penalaran
bebasnya.Jadi,ada tumpang tindih antara pengertian musykil dengan mujmal dalam
definisi yang kedua ini.
Dengan demikian,semua lafazh mujmal
yang terdapat didalam Al-Qur’an atau hadis telah dijelaskan oleh Rasulullah
sehingga statusnya kini telah menjadi lafazh mufassar.Suatu lafazh dikatakan
mujmal apabila tidak mungkin diketahui artinya melalui kajian atau penelitian
kebahasan dan belum ditemukan nash lain yang menjelaskannya.Tetapi setelah
ditemukan nash yang menjelaskannya maka nash tersebut menjadi mufassir.
Sekiranya sesuatu lafazh tidak
diketahui artinya dan tidak ada penjelasan syara’ tentang maknanya,maka lafazh
tersebut bukan lafazh mujmal.Dengan kata lain kalau suatu lafazh dikatakan
mujmal maka penjelasannya harus dicari didalam al-Quran atau sunnah dan harus
dipahami sesuai dengan penjelasan itu tadi.Para ulama tidak diizinkan
menafsirkan lafazh mujmal berdasarkan ijtihad bebas.Andaipun mereka tafsirkan
(ijtihadkan sendiri),maka penafsiran tersebut dianggap tidak sah dan tidak
boleh dipakai.
Misalnya perintah zakat dalam
al-Qur’an surat
al-Baqarah : 43
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$#
(#qè?#uäur no4qx.¨9$#
(#qãèx.ö$#ur
yìtB tûüÏèÏ.º§9$#
ÇÍÌÈ
Artinya:Dan tunaikanlah zakat
(Q.S.al-Baqarah:43)
Kandungan ayat ini dianggap mujmal
dan karena itu perlu kepada mufassir,yakni ayat-ayat atau hadis yang
menjelaskannya secara terperinci.Salah satunya ayat yang menjelaskan zakat
adalah al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi :
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB
ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur
ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ)
br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù
4
(#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$#
;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya:Hai orang-orang yang
beriman,nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk
kamu.(Q.S.al-Baqarah:267)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan
seorang beriman supaya menafkahkan sebagian hasil usahanya yang baik-baik dan
sebagian dari hasil bumi yang diberikan Allah kepada mereka.Tetapi ayat ini pun
masih dianggap mujmal,karena batasan dan cara mengeluarkan zakat tadi belum
seluruhnya diketahui.Karenanya perlu kepada nash lain untuk
menjelaskannya,dalam hal ini hadis-hadis Rasulullah.Dalam hadis-hadis inilah
ditemukan uraian mengenai nisab,haul dan kadar termasuk juga jenis benda
(penghasilan) yang harus dizakati.Namun karena jumlah hadis tersebut tidak
hanya satu buah,melainkan banyak dan kualitasnya pun tidak sama,lebuh dari itu
penjelasan dalam hadis itupun sedemikian rupa keadaannya,maka para ulama masih
mungkin melakukan ijtihad (penalaran) baik melalui pemaduan antara hadis-hadis
yang ada ataupun dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan terhadap
hadis-hadis ini.
Terhadap contoh zakat diatas
tadi,perlu ditegaskan,ijtihad yang dilakukan ulama terhadap hadis-hadis dan
bukan terhadap al-Quran.Akhirnya dapat ditegaskan bahwa lafazh mujmal dengan
mufassar adalah dua sisi yang berbeda dari “satu mata uang”.Maksudnya lafazh
tersebut dianggap mujmal dan sebelum diketahui atau dijelaskan.Adapun setelah
ditunjul oleh nash yang menjadi pemjelasanya maka lafazh tersebut menjadi
mufassar.[14]
d.Mutasyabih (serupa)
Lafazh mutasyabih,secara bahasa
(arti kata),lafazh yang meragukan pengertiannya karena mengandung beberapa
persamaan.Dalam istilah hukum,lafazh mutasyabih adalah :
اَللَْفْظُ
اّلذِى يَغْفَى مَعْنَاهُ وَلاَ سَبِيْلَ لِاَنْ تُدْرِكْهُ عُقُوْلِ الْعُلَمَاءِ
“Lafazh yang
samar artinya dan tidak ada cara yang dapat digunakan untuk mencapai artinya”.[15]
Ketidakjelasan
lafazh mutasyabih ini ialah lafazh yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan
kepada makna yang dikehendaki dan tidak didapati pula qarinah. Qarinah dari
luar yang menjelaskannya.[16]
Sebagian lafazh mutasyabih tidak mempunyai arti denotasi,misalnya beberapa ayat
diawal surat ;sedang
sebagian lagi mempunyai arti denotasi tetapi arti ini tidak bisa digunakan.[17]
Misalnya surat
al-Fath ayat 10 :
¨bÎ) úïÏ%©!$# y7tRqãèÎ$t6ã $yJ¯RÎ) cqãèÎ$t7ã ©!$#
ßt «!$#
s-öqsù öNÍkÉ÷r& 4
`yJsù
y]s3¯R $yJ¯RÎ*sù
ß]ä3Zt 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR
(
ô`tBur 4nû÷rr& $yJÎ/ yyg»tã çmøn=tæ ©!$#
ÏmÏ?÷sã|¡sù
#·ô_r& $VJÏàtã ÇÊÉÈ
Artinya:Tangan Allah diatas tangan
mereka (Q.S.al-Fath : 10)
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa
tangan Allah diatas tangan mereka.Tetapi arti denotasi ini tentu tidak bisa
digunakan karena Allah tidak mempunyai tubuh.Begitu juga surat Hud ayat 37 yang berisi perintah Nabi
Nuh agar membuat perahu dibawah penglihatan (mata) Allah :
ÆìoYô¹$#ur y7ù=àÿø9$# $uZÏ^ãôãr'Î/ $oYÍômurur wur ÓÍ_ö7ÏÜ»séB Îû tûïÏ%©!$# (#þqßJn=sß 4 Nåk¨XÎ) tbqè%tøóB ÇÌÐÈ
Artinya:Dan buatlah bahtera itu
dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami(Q.S.Hud : 37)
Sebagaimana halnya ayat
sebelumnya,maka lafazh a’yun disini tentu bukan dalam arti denotatif;Contoh
lain bisa disebutkan surat
al-Fajr ayat 32 yang menyatakan bahwa (pada hari kiamat) Allah datang bersama
malaikat yang berbaris. Datang disini tentu tidak bisa diartikan secara
denotatif.
Dalam hubungan ini satu hal perlu
dicatat,dalam ayat hukum tidak ditemukan lafazh mutasyabihat.Lafazh ini hanya
ditemukan didalam ayat-ayat kalam atau tauhid.Karena itu pembahasan lafazh
jenis ini didalam ushul fiqh dianggap tidak terlalu penting dan sering hanya
sekedar disebutkan untuk melengkapkan kategori saja.[18]
BAB III
KESIMPULAN
Khafiyud dalalah ialah lafazh yang
penunjuknya kepada makna yang dikehendaki bukan oleh sighat itu sendiri,akan
tetapi karena tergantung kepada sesuatu dari luar.Ketergantungannya kepada
sesuatu dari luar lantaran adanya kekaburan pengertian pada lafazhnya
Para Ahli Ushul mengklasifikasi tingkatan
lafazh khafiyud dalalah kepada 4 macam,yaitu:
a.Khafi
Yaitu lafazh yang penunjuknya kepada
maknanya jelas,akan tetapi penerapan maknanya kepada sebagian satuannya
terdapat kekaburan yang bukan disebabkan oleh lafazh itu sendiri.
b.Musykil
Ialah lafazh yang sighatnya sendiri
tidak menunjukkan kepada makna yang dikehendaki,akan tetapi harus ada Qarinah
dari luar agar menjadi jelas apa yang dikehendakinya.
c.Mujmal
Ialah lafazh yang sighatnya sendiri
tidak menunjukkan makna yang dikehendaki dan tidak pula didapati Qarinah
lafzhiyah (tulisan) atau haliyah (keadaan) yang menjelaskannya.
d.Mutasyabih
Ialah
lafazh yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang dikehendaki
dan tidak didapati pula Qarinah.Qarinah dari luar yang menjelaskannya.
[1] Mukhtar Yahya.Fatchur Rahman,Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,(Bandung :
Al ma’arif.1997).hal : 285
[2] Ibid
[3] Mukhsin Nyak Umar,Ushul Fiqh,(Banda Aceh:Ar Raniry Press.2008).hal : 204-205
[4] Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh Jilid 2,(Jakarta :Logos
Wacana Ilmu.2001).hal : 13-14
[5] Muksin Nyak Umar,Ushul Fiqh………hal : 206
[6] Ibid
[7] Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh Jilid 2………hal : 15
[8] Muksin Nyak Umar,Ushul Fiqh………hal : 207
[9] Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh Jilid 2………hal : 15-16
[10] Abdul Wahab Khallaf,Ilmu Ushul Fiqh………hal : 247
[11] Mukhtar Yahya.Fathur Rahman,Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh………hal :
287-289
[12] Muksin Nyak Umar,Ushul Fiqh………hal : 209
[13] Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh Jilid 2………hal : 20
[14] Muksin Nyak Umar,Ushul Fiqh………hal : 209-211
[15] Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh Jilid 2……… hal : 21
[16] Mukhtar Yahya.Fatchur Rahman,Dasar-dasar Pembinaan Hukum………hal : 293
[17] Muksin Nyak Umar,Ushul Fiqh………hal : 212
[18] Ibid
If you're attempting to lose pounds then you certainly need to try this brand new tailor-made keto meal plan diet.
BalasHapusTo produce this keto diet, certified nutritionists, fitness trainers, and cooks united to develop keto meal plans that are productive, suitable, price-efficient, and satisfying.
Since their launch in 2019, 1000's of individuals have already completely transformed their body and health with the benefits a proper keto meal plan diet can offer.
Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones given by the keto meal plan diet.